Cerita Sedihku: Tentang Almarhum Bapak di Akhir Bulan Mei 2025

by - Juni 08, 2025

Kesedihan itu sering menyapa dalam diam dan kesendirian. Aku masih sering terkenang akan sosok bapak yang belum lama pergi ke suatu tempat yang sangat jauh dan tak terjangkau. Berkali-kali aku mengusap air mata yang terus tumpah tanpa bisa dikendalikan, dan aku tetap tidak bisa membohongi diri sendiri yang semakin terlihat sedih dan menyedihkan sepanjang waktu.

Aku tidak tahu bentuk ikhlas yang sesungguhnya; apakah orang-orang yang tak pernah menangis saat kehilangan? Ataukah semua hanya bersembunyi di balik kata ‘aku baik-baik saja, aku ikhlas, dan aku kuat menerima satu kenyataan pahit dan pasti dalam perjalanan hidup yang singkat ini.’

Kehilangan salah satu anggota keluarga itu serupa tubuh terpisah dari salah satu bagiannya, dan kemudian menjadi tak utuh dalam waktu yang lama. Beberapa saat diawal sakitnya memang tidak begitu terasa, tetapi selanjutnya ia perlahan nyeri dan menyiksa. Persis seperti apa yang aku rasakan beberapa waktu ini dan mungkin masih akan terus demikian sampai waktu membiasakan hari-hari berlalu tanpa keberadaannya.

Aku tak ingin melupakan wajah terakhir bapak, aku tak mau waktu menggerus kenangan pilu yang mengiris sampai ke dasar hati yang paling dalam, aku ingin dia terus hadir dalam ingatan yang panjang agar segalanya tak mudah menghilang. Segalanya bagaikan pukulan telak; tak terduga, keras dan menyakitkan.

Dari sekian perasaan sedih yang akrab mengisi hari-hariku sejauh ini, kupikir ikhlas itu bukan suatu hal yang menyandera kita untuk tidak boleh bersedih atau menangis untuk satu waktu, sebab manusia itu terdiri dari satu kesatuan yang kompleks; emosi, ingatan, peristiwa, dan detail aspek fisik yang mengagumkan dibanding makhluk hidup lainnya. Tetapi berlarut dalam kesedihan sampai melupakan bahwa diri sendiri memiliki batas untuk itu adalah satu hal yang tetap salah.

Hari ke 27 bulan Ramadhan (27 Maret 2025), Kamis pukul 00.30, bapak menyerah dan merelakan jiwanya dibawa pergi oleh malaikat. Ibu berteriak dan memanggil kakak dan aku tetap di samping bapak. Aku tidak berhenti melepaskan pandangan ke sekujur tubuh bapak yang sudah kaku sambil meyakinkan diri bahwa ia sudah terlepas dari rasa sakit dan penderitaan hidup yang ia pikul selama ini. Dalam hati kuucapkan selamat jalan untuk bapak, dan aku sungguh ikhlas melepas jiwanya dengan kerelaan yang penuh agar dia tenang selamanya.

Kupikir dari sekian ratus cerita sedih yang ada, aku teramat menyedihkan dalam hal ini dan aku seperti kehilangan salah satu alasan hidupku sendiri. Sosok tak sempurna itu telah menghilang dari tempatnya dan aku hanya dapat mengenang dengan kepedihan mendalam.

Untuk almarhum bapak; "Aku rindu ragamu yang duduk sambil tersenyum menunggu pagi dan segelas air putih hangat, dan aku rindu saat mengajakmu untuk mandi, potong kuku dan rambut yang mulai memanjang. Aku rindu pasangkan kaos putih dan menyiapkan makanan untukmu. Aku rindu semua hal tentangmu bapak, dan selamanya begitu. Anak perempuanmu ini sungguh rapuh; merasa jahat, tak berguna dan tak becus jadi seorang anak di dalam susunan keluarga kita."

 

You May Also Like

0 comments