Surat kepada diri sendiri, untuk amarah yang mudah lepas kendali, dan berujung penyesalan diri.
Dear Riby,
Malam ini
aku sengaja menyempatkan diri, kembali menulis surat untukmu karena tidak tahan
dengan perkataan kasarmu. Aku tahu kamu marah. Dan seperti sudah menjadi
kebiasaanmu mudah marah, kasar, mudah meluap-luap, dan sama sekali tidak bisa
menahan diri. Kita semua tahu bahwa mengendalikan diri dari amarah sungguh
bukan perkara mudah, namun bukan berarti menjadi suatu perkara yang tidak bisa
kita pelajari. Ingatlah pada konsep pembelajaran stoikisme, selama masih
berasal dari dalam diri kita, itu artinya masih bisa dikendalikan.
Tentu
saja kamu berhak marah. Kemarahan adalah hal yang normal, memiliki emosi yang
lengkap dan semuanya berfungsi dengan sempurna. Tetapi kamu tidak akan
mendapatkan penghargaan apapun sebab kemarahan, bahkan satu-satunya hal yang
pasti kamu dapatkan hanyalah penyesalan. Dia, seseorang yang kamu lawan hanyalah
orang tua, yang kamu sendiri sudah paham bagaimana karakternya, tidak baik
melawan berlebihan sekalipun kamu ada di posisi benar.
Jika kamu
sanggup menyerahkan diri, meminta maaf, itu akan sangat baik. Mudah-mudahan ini
menjadi pembelajaran berharga untuk dirimu, maafkanlah dia. Aku percaya bahwa
kamu akan sanggup melakukan hal-hal baik setelah ini.
Besok hari
pertama puasa, kuharap kejadian seperti tadi siang tidak pernah terjadi lagi,
apalagi ini sudah masuk bulan suci. Bersabarlah lebih banyak, belajarlah
mengendalikan diri agar hidup tidak melulu berlalu dengan penyesalan diri. Lagi pula aku tidak suka melihatmu angkuh, seolah kamu memiliki kekuatan yang bisa mendukung semua tindakanmu. TIDAK ADA! Sudah malam, aku pamit.
Salam,
Kembaranmu.
0 comments