Apakah Aku Menderita Distimia?
Distimia (persistent
depressive disorder) adalah bentuk kronis jangka panjang dari depresi. Seseorang
dapat kehilangan ketertarikan yang normal pada aktivitas sehari-hari, merasa
tidak ada harapan, produktivitas berkurang, harga diri yang rendah dan perasaan
tidak layak. Distimia berbeda dengan depresi dalam derajatnya serta durasi
waktunya yang sangat lama. – Baek Se Hee,
I want to die but i want to eat Tteokpokki
Saat membaca pengertian dari distimia di atas, aku merasa
itu suatu kondisi yang sering kurasakan hingga sekarang. Aku merasa hanya
sekadar menjalani hidup, bukan benar-benar hidup seperti kebanyakan orang. Dari
sekian banyak waktu yang terlewat aku terus merasa hidup dalam kesia-siaan,
tidak ada kebanggaan diri, dan perasaan tidak layak untuk keinginan paling
sederhana sekalipun. Padahal, aku sendiri tahu bahwa aku tidak pernah berusaha
untuk semua itu. Konyol sekali bukan? Namun, perasaan tidak cukup layak untuk
semuanya itu benar-benar membayangiku sepanjang waktu. Sebenarnya aku ingin
hidup dengan baik, meskipun sendirian. Tapi aku selalu merasa tidak bisa
melakukan itu. Di usiaku yang sudah cukup matang ini, ada begitu banyak
persolan hidup yang aku rasakan, dan perlahan menjadi sumber penderitaan yang
tidak bisa kujelaskan kepada semua orang.
Sejumlah pertanyaan orang-orang sering membuatku merasa
hancur dan berantakan. Aku sering bertanya pada diri sendiri, “Mengapa
orang-orang suka menanyaiku hal-hal yang terlalu privasi? Padahal aku sendiri
pun mempertanyakan hal yang sama.” Perjalanan hidupku semakin terasa aneh,
karena memicu rasa penasaran orang lain. Sebagai seseorang yang normal dan
memiliki emosi yang lengkap, sebenarnya keinginanku tidak jauh berbeda. Aku tidak
pernah menunjukkan gejala depresi, aku terus ingin terlihat baik, dan berlagak
tidak memiliki kecemasan terhadap masa depanku sendiri. Aku suka menikmati
waktu seperti saat ini, menuliskan sejumlah perasaan yang membebaniku sepanjang
waktu sambil mendengarkan musik dari Agust D.
Aku tipe orang yang mudah sekali merasa tiba-tiba buruk
karena hal kecil. Dan begitu juga sebaliknya dengan hal-hal baik. Sumber
kedamaianku adalah menikmati hidup sesuai keinginanku, meskipun kadang sulit
dan merasakan ketidaknyamanan, tapi setidaknya aku tahu bahwa hidup dengan
terus-menerus mengikuti pandangan orang lain adalah malapetaka bagi mentalku
sendiri. Aku percaya bahwa setiap orang mengalami gelombang kehidupan.
Gelombang kehidupan itu sendiri adalah kebahagiaan dan penderitan yang terus
beriringan sepanjang waktu, dan tidak pernah akan berhenti sampai kita berakhir
di dunia ini. Meskipun gejala distimia itu aku rasakan, tidak akan ada yang
mempercayaiku bahwa aku mengidap penyakit itu, tapi aku tidak peduli. Lagi pula
aku tidak tumbuh dan besar dalam keluarga dengan ekonomi yang lebih dari cukup untuk menemui psikiater, dan
juga tidak hidup di lingkungan perkotaan dengan pendidikan yang maju. Melainkan
di sebuah desa yang bahkan sebagian besar masyarakatnya tidak suka membaca.
0 comments