Manusia dengan Kesempurnaan Emosi

by - Februari 01, 2024


Hari ini saya berharap bisa menjalani hari dengan baik dan tanpa sikap mental yang buruk. Saya sudah berpikir bahwa saya mampu mengendalikan diri dari emosi negatif, tetapi setelah apa yang terjadi kemarin, saya merasakan kekecewaan yang mendalam pada diri sendiri. 

Saya masih suka marah-marah, membentak dan bertindak seperti orang kesetanan. Padahal seharusnya saya belajar bahwa semua tindakan itu sama sekali tidak berguna, dan bahkan hanya menyisakan penyesalan. Saya sungguh merasa gagal menjadi versi terbaik sebagai manusia.

Kemarahan adalah sikap yang wajar dimiliki setiap orang. Dengan kepemilikan itu artinya kita sempurna secara emosi. Namun, membiarkan emosi negatif menguasai diri dapat berdampak buruk dan melemahkan sistem pertahanan tubuh. 

Saya sudah membaca sejumlah penelitian dari berbagai sumber tentang hal itu dan kemarin, ketika saya dipenuhi kemarahan saya benar-benar mengalami situasi tersebut. Dan itu sangat melelahkan. Sesuatu yang normal terjadi dalam kehidupan sehari-hari memang akan selalu ada banyak sekali hal yang membuat kita merasa ingin marah dan merasa perlu bereaksi sedikit berlebihan.

Faktanya, kita hanya manusia biasa dengan kesempurnaan emosi. Dalam hal ini, saya tiba-tiba teringat akan tokoh Yoonjae dalam sebuah novel Almond - Sohn Won Pyung. Ia seorang anak laki-laki yang tumbuh tanpa emosi dan ekspresi. Bahkan ia tak mampu merasakan sesuatu seperti marah, kecewa, takut dan bahagia. Dan hal itu cukup membuat orang-orang yang berada di sekitarnya frustasi. 

Selama membaca kisah dalam novel itu, kadang saya sungguh merasa beruntung dan bersyukur sekali karena mampu merasakan semua dimensi emosi. Saya tidak perlu belajar bagaimana mengekspresikan kemarahan, karena hal itu sudah secara otomatis terjadi. Selama dalam batas yang wajar, tentu tidak masalah. Sebab bagaimanapun sisi negatif yang dimiliki oleh kemarahan, ia juga satu karunia terbaik yang diberikan Tuhan untuk kita jaga dengan sebaik-baiknya.

Mudah-mudahan tulisan pertama di awal bulan Februari ini membawa saya pribadi dan kita semua pada perubahan positif, dan lebih bijaksana dalam penggunaan emosi negatif yang katanya sebagai senjata pembelaan diri — namun kita tahu pasti bahwa sesuatu yang terjadi selanjutnya adalah tentang penyesalan.

You May Also Like

0 comments